Minggu, 08 September 2013

Kematian Kecoa

Filled under:

Lebih banyak yang merasa jijik dari pada yang ingin memeliharanya. Balada Kecoa sungguh memilukan dalam hubungannya dengan manusia. Sebagai sesama ciptaan Tuhan, seperti juga Pelangi, Kecoa adalah mahluk hidup yang tangible, ada di mana-mana, berkembang dan berbiak. Tidak seperti Pelangi yang tak dapat dipeluk bahkan kehadirannya pun begantung pada cahaya Mentari dan Sang Hujan untuk membiaskan percikan airnya. 

Terlalu banyak puisi bahkan lagu tentang Pelangi, dan itu berupa pujaan bukan sindiran bahkan. Tentang Kecoa? Belum pernah terdengar. Jika semua yang ada adalah diciptakan dengan tujuan yang disebut misteri, maka Kecoa yang mati di akhir pekan ini adalah duka kehidupan yang menggetarkan dunia dan seisinya. Sebuah duka realita, bukan simbolik. 

Kekuatan Kecoa, sungguh seharusnya menjadi mahaguru manusia yang berakal dalam menyelsakan tugas hidupnya berhidup di kolong langit, bersama Pelangi ciptaan Tuhan, atau Kecoa di lorong kotor nan gulita. (Sel-sel kecoa membelah sekitar sekali seminggu. Maka mereka bersifat sensitif pada radiasi hanya sekitar 48 jam, atau 1/4 minggu. Manusia memiliki darah dan immine stem-cell yang membelah secara konstan. Dengan radiasi bom nuklir, semua manusia akan mati, namun hanya 1/4 dari kecoa yang akan bertahan hidup. Yang menarik, Mythbusters melakukan tes dan ternyata kecoa dapat hidup pada intensitas radiasi 10x yang dibutuhkan untuk membunuh manusia.) 


Jadi apalah kekuatan kita kepada kematian?




0 komentar:

Posting Komentar