Jumat, 16 Mei 2014

Apa yang sebenarnya saya tonton?

Filled under:




Tipikal Artis Indonesia : Bikin Masalah - Curhat di media - Lapor Polisi - Sewa pengacara - Curhat lagi di media - masuk penjara - Curhat lagi... - keluar penjara - Curhat lagi.

dan tidak perlu jenius untuk tau bahwa air mata dan sendu sedan itu cuma akting, cuma rekayasa belaka, fiktif !!

dan kita dengan bloon-nya menonton, menunggu, penasaran, dan menunggu berita terbaru dari artis tersebut yang saya berani sumpah amat sangat tidak penting.

tidak sadarkah kita? waktu kita yang berharga telah di habiskan untuk sesuatu yang benar benar tidak penting?

Semua menerima, bahwa kenyataanya Televisi kita tidaklah terlalu banyak stasiunnya, kalau mau dapat banyak channel, mestilah berlangganan TV kabel. bagi rakyat biasa macam saya, berpuas puaslah dengan antenna UHF dan 6 Channel. apa yang saya alami, di alami oleh sekian juta orang di indonesia (pemirsa TV indonesia 30% dari 220juta). tapi tidak semua menerima ide tentang bobroknya tayangan televisi kita.

Apa yang saya dapat dari Televisi sungguh tidak berbanding lurus dengan uang yang saya habiskan. Televisi saya, polytron cembung seharga 700ribu dan antennta UHF tidak bermerek seharga 110ribu. 810k for nonsense ! 810ribu untuk mendengar artis merengek di media, untuk tau bedak apa yang dia pakai? harga sepatunya? warna favorite nya atau dengan apa dia akan makan malam ini, pakai sendok atau garpu? Bah ! 

saya merasa terdzalimi. saya ingin berontak, tapi pada siapa? stasiun TV itu punya swasta, bukan negeri. sudah lazim di bangsa ini kalau apa apa yang swasta bisa sesuka udel yang punya. saya rakyat jelata tak berharta melihat lihat saja, kalaupun sesekali dongkol, haruslah cukup di obati dengan sabar, kalaupun masih mendongkol, bergunjing saja di blog.

saya percaya, generasi yang baik itu di bangun oleh lingkungan yang baik. dan lingkungan yang baik memberikan nilai nilai yang sejalan dengan norma adat dan norma agama. sebagai bangsa timur, yang kental dengan tradisionalitas dan alergi sedikit pada modernitas, saya yakin apa yang di tayangkan di televisi kita adalah kolesterol yang di tumpuk di pembuluh pikiran generasi muda sekarang, sekarang tidaklah kentara, tunggu saja waktunya. generasi masa depan bangsa akan di jangkiti stroke ! lumpuh karakter, miskin moral !  

dan apa yang terjadi sekarang adalah betapa kita sudah tertipu dan mau dengan mudahnya di sesaki oleh program yang hanya menjual sensualitas tanpa kualitas ! program pembodohan berlabelkan hiburan kemudian di sanjung sanjung sebagai program unggulan hasil sertifikasi keluaran juara dari ajang pemilihan program televisi, yang sungguh, ajang pemilihan tersebut tidak lebih baik sama sekali.

Sering sekali saya mendengar cuap cuap produser eksekutif sebuah program televisi yang kena petisi. katanya rating acaranya selalu nomor satu, isi acaranya juga bagus, bagi bagi duit ke penonton dan memberikan hiburan dengan mendatangkan artis artis dan penyanyi. dan lagi, jika andrea hirata tidak percaya pada tukang pos dan tukang reparasi televisi, maka saya tidak percaya pada produser eksekutif.

rating nomor satu. siapa yang merating?. stasiun TV nya.
bagi duit ke penonton? saya lebih melihat ini sebagai eksploitasi kemiskinan, penonton yang di bayar 50 ribu rela mukanya di arang dan di masukkan kedalam wadah berisi air es. kemudian para host akan mencari kekurangan fisiknya untuk di jadikan lucu lucuan. dan ironis, seluruh penonton tertawa. seluruh indonesia tertawa...

itu hanyalah satu dari sekian program tidak mendidik yang kita miliki,dan kita tonton setiap malam. 

plep !

Posted By UnknownJumat, Mei 16, 2014

Sabtu, 08 Februari 2014

Indonesian Idol : Kapitalisme, Intrik dan Kita

Filled under:




Saya bukan pemerhati musik, apalagi mengerti seluk beluk musik. Saya adalah sebagian besar masyarakat Indonesia yang memilih menjadi penikmat dan menikmati hasil karya cipta musik dibandingkan bersusah payah mengarang lagu atau belajar memainkan instrument.

Menikmati music bisa di tunjukkan dengan berbagai cara dan yang paling sering saya lakukan akhir akhir ini adalah menonton program pencarian bakat INDONESIAN IDOL 2014 yang di tayangkan Freemantle media bekerja sama dengan RCTI, dan semakin membuat menarik karena salah satu kontestan berasal dari Aceh, Vierzha (24), pria semampai berambut gondrong, tampilan old school tapi memiliki suara unik khas rocker, mirip mirip vocalisnya Band Creed.

Saya barangkali memang tidak terlalu peduli dengan akal akalan freemantle dan RCTI yang berusaha meraup untuk sebanyak banyaknya dari SMS vote untuk kontestan, tapi karena berhubung blog saya sudah lama tidak posting, maka saya coba mengingat-ngingat, menyadur-nyadur fakta, fenomena, dan konstruksi sosial ajang pencarian bakat INDONESIAN IDOL

Manusia adalah makhluk penuntut dan penyangkal, mengingkari lebih mudah daripada menerima. Maka pertama saya akan membeberkan hal hal yang menurut saya “ganjil”.

#Juri

Saya yakin banyak yang sependapat dengan saya kalau saya katakan para juri di INDONESIAN IDOL super sangat Melloow, demi apa misalnya juri mengorek ngorek kehidupan para kontestan, kemudian terlarut menangis nangis berurai air mata dalam cerita sampai akhirnya lupa pada “kepayahan dan ketidakmaksimalan” kontestan. Mau contoh ? Ihsan dan Aris ! sejelek jeleknya penampilan mereka pasti tidak akan di kritik.  Sebenarnya ini INDONESIAN IDOL atau JALINAN KASIH ?!

Ini adalah ajang mencari penyanyi. Tapi para juri juga seringkali menilai kualitas fisik dari kontestan, saya masih welcome dengan kritik terhadap pemilihan busana atau style, tapi fisik ? well.. fisik memang menunjang karir seseorang, kita semua tau, tapi itu bukan alasan untuk menjudge kontestan dengan kata kata seperti “ Delon, jangan pikir modal tampang doang bisa menang” atau kepada mike yang bertubuh tambun nan buncit “ ternyata kamu bisa jogged juga ya”. Ketika komentar ini di utarakan, seluruh penonton tertawa, pemirsa di rumah tertawa, seluruh Indonesia tertawa. Menertawakan kebodohan dirinya sendiri.

Oke, saya juga tertawa...

Selain itu, para juri yang super super ini, sok sok-an menilai kemauan pasar, sok sok mengerti konsep ekonomi demand dan value yang orang ekonomi aja sampai muntah muntah buat menganalisa. Karena sedemikian fluktuatifnya selera pasar, sebegitu subjectifnya. Tapi dengan bermodalkan label “juri” mereka tiba tiba ber-evolusi dari “musisi” kepada “pretending bachelor of economic scientist” !, Juri harus paham, menempatkan pasar sebagai ukuran tertinggi berkesenian adalah dosa kreativitas. Pasar adalah setan penggoda iman berkesenian, dan kontestan tak boleh dilihat sebagai komoditas.

#Voting dan SMS

RAKYAT Indonesia tentu tidak tau, seperti klaim MC-MC Indonesian Idol. Tak ada orang luar tahu, juga juri & kontestan, berapa sms yang diraih sampai seorang kontestan harus terus atau pulang.

Tak ada transparansi. Seperti tahayul, di mana orang tak merasa perlu menemukan kebenaran. Yang ada hanyalah klaim sepihak, si A lolos dan si B tidak. Silakan percaya dan diterima, tak ada pilihan lain.

Tentang penerapan tarif dan berapa hasil yang didapat oleh content providernya tergantung dari ketentuaan dan kesepakatan yang dengan pihak operator. Tetapi yang jelas, untuk layanan SMS ini, operator akan menyisihkan atau menetapkan biaya bearer sebelum jumlah bagi hasil ditentukan. Misalnya tarif layanannya adalah Rp. 2000,- yang aakan didapatkan oleh content provider adalah Rp.2000,- dikurang biaya beare (SMS) sesuai ketentuan yaitu Rp.350,- sisanya adalah Rp.1650,- lalu dibagi sesuai dengan porsi bagi hasilnya. Jika aturannya adalah fifty-fifty maka baik penyedia layanaan maupun operator akan mendapatkan Rp.825,- per SMS. (wikipedia). Jika pemirsa TV Indonesia adalah 30%, dari 22 juta penduduk Indonesia? Maka keuntungan yang di peroleh oleh pihak Freemantle dan RCTI adalah sebesar… hmm.. ya, pasti jumlah yang sangat besar.

freemantle hanya berusaha mendapatkan keuntungan sebesar besarnya dengan mengatur mana kontestan yang berpotensi menarik lebih banyak SMS. Bagaimana cara membuat masyarakat Indonesia mau membuang Rp, 2000 Pulsanya untuk sesuatu yang tidak terlihat? Gampang ! jual saja isu daerah, jual saja cerita pribadi kontestan, maka Share tayang akan melambung selaras dengan profit yang diraih. maka wajar saja indonesian IDOl sudah memasuki season 8 !

#MC

Apa ada yang aneh dengan MC? Ternyata MC ini lebih berkuasa di bandingkan dewan juri, sebagaimanapun kritik dan komentar yang di serapahi juri, dengan mudah dapat di mensoh-kan oleh MC, dengan kalimat super keramat dari season 1 sampai season 8 sekarang

“Juri boleh mengatakan apa saja, tapi keputusan di tangan Anda “

Menakut nakuti sekaligus memberikan harapan. Sangat Kapitalistik.


 Taruhan :
  • akan ada kontestan yang mengumbar kisah kisah pilu hidupnya yang layak di jual untuk di tukar dengan Vote SMS
  • Akan ada kontestan yang mendapatkan Vote terendah, lalu di selamatkan oleh juri dengan hak veto, kemudian kontestan ini kemungkinan besar akan masuk dalam 3 besar.
  • Tidak akan ada penayangan jumlah SMS Voting
  • Perhatikan kamera, semakin banyak “shoot” kamera ke arah pendukung salah satu kontestan, maka kontestan tersebut sudah  “disetting” Freemantle & RCTI untuk menang. Paling tidak 2 besar.

Posted By UnknownSabtu, Februari 08, 2014