Kamis, 29 September 2011

Dilematis ; Syariat Islam dan Visit Banda Aceh Year 2011

Filled under:





Sejak akhir Januari lalu kemeriahan tampak sudah di kota ini, hingar bingar di kota banda Aceh mengusik malam yang dingin, tak tanggung tanggung, mulai dari hiruk pikuk acara sekaliber Aceh fair, yang menghadirkan Para Pesohor Negeri semisal Ust. Jefri Al Bukhari, sampai Raja Dangdut Rhoma irama hadir meramaikan hajatan mega besar tersebut. Juga ada festival kebudayaan di peunayong, yang mempertunjukkan atraksi memikat dari barongsai barongsai dan beberapa kebudayaan masyarakat tiong hoa lainnya. Sampai pada Pameran Pameran IT dan Event Event besar lain yang membuat sebagian penduduk kota banda aceh larut dalam euphoria yang jarang terjadi di Aceh akhir akhir ini.
Setelah sekian lama di tunggu tunggu, program “Visit Banda Aceh year” akhirnya benar benar di kukuhkan juga pada tahun 2011 ini. Hal ini seolah menjadi pembuktian pada dunia bahwa pantai pantai Aceh tak kalah saing dengan pantai di Karibia, ombaknya pun seindah ombak di Gold Coast. Bahkan mungkin, sungai lamnyong tempat mahasiswa menonton pertunjukan laying laying nanti akan di sulap menjadi sungai yang gemerlapan bak sungai Thames di London agar menarik bagi para wisatawan.



Dengan di permudah oleh Visa on Arrival di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, berbagai macam orang dari seluruh dunia akan dapat menikmati keindahan alam dan keunikan budaya yang tak bosan bosannya di sampaikan pada kampanye VISIT Banda Aceh 2011.
Tujuan Program ini tentu saja penguatan pembangunan Ekonomi dengan mengkoleksi valuta asing dan menambah peredaran uang di banda aceh, jika hal ini benar benar seperti yang di rencanakan, maka sudah bisa di pastikan banda aceh akan menjadi kota yang mapan dalam waktu yang relatif singkat.
Dalam melihat sebuah fenomena, tentu di perlukan metodologi dalam menganalisanya agar tidak salah kaprah, dalam hal ini penulis mengamati langsung fenomena ini dan mewawancarai beberapa masyarakat sekitar yang daerahnya kemungkinan besar menjadi tempat wisata internasional. Selain itu juga di gunakan beberapa data sekunder dari internet dan beberapa surat kabar.

Tulisan ini mencoba melihat sejauh mana kira kira pengaruh program wisata ini membawa pengaruh negative terhadap moral dan budaya masyarakat kota banda aceh khususnya, dan masyarakat aceh pada umumnya.
Membayangkan Banda Aceh menjadi kota wisata adalah membayangkan Peselancar Negro dari Australia berambut gimbal dan bertelanjang dada menenteng papan selancar di Lampuuk, melihat Mahasiswa Amerika dengan dandanan ala Gypsi yang lebih mirip gelandangan sedang kepedasan menyantap Mie Aceh, atau melihat gadis gadis dari Jepang dengan dandanan Ala Harajuku berfoto di depan Mesjid Baiturrahman.

Melalui web-site pemerintah daerah, pemkot banda aceh menjelaskan bahwa, agar wisatawan yang berkunjung dapat menghormati nilai nilai islam maka pemkot akan meningkatkan dan memberdayakan sumber daya manusia pelaku wisata seperti pemandu wisata dan Da`I wisata agar dapat memberikan masukan dan nasehat dengan cara sangat santun, sehingga menimbulkan kesan baik bagi wisatawan.
Dalam slogan slogan dan baliho yang terpampang hampir di seluruh penjuru kota, Banda Aceh sebagai “ Spiritual Gateway Blessed with Natural Beauty “ pada akhirnya menjadi pintu gerbang bagi apa yang biasanya hanya bisa di lihat di Televisi ataupun Internet. Dapat di pahami bahwa ini adalah dampak langsung dari program Visit Banda Aceh year 2011.

Namun ternyata, dampak langsung ini di rasakan sangat meresahkan bagi sebagian besar masayarakat kota banda aceh dan juga pemerintah kota sendiri. Masih segar dalam ingatan kita beberapa bulan yang lalu, para Punkers dengan rambut Mohawk, jaket berduri dan piercing hampir di sekujur tubuh di tangkap satpol – PP dan terus mendapatkan kecaman dari berbagai pihak Karena di nilai tidak sesuai dengan tata karma masyarakat Aceh, di anggap sebagai penyakit dalam masyarakat ( Serambi Indonesia, 12/02/2011) yang di khawatirkan dapat menular, makanya harus segera di tangkap dan di serahkan ke SPN Seulawah agar dapat di bina.

Melalui program yang di buat pemerintah kota Banda Aceh, arus deras wisatawan yang masuk ke aceh selain menjadi “sumbangan devisa” juga menjadi “sumber penyakit masyarakat yang sesungguhnya”. Lebih jauh di rasakan, kemungkinan besar anak anak muda aceh tidak hanya terpengaruh ideologi punk, namun juga akan terjadinya perilaku sex bebas, bahkan terhadap sesama jenis, memunculkan kembali gagasan Negara komunis , gaya hidup hedonism dan berfoya foya sampai dengan meningkatnya kembali penyebaran virus HIV / AIDS.

Sejauh mana rencana pemerintah kota dengan pengadaan da`I wisata dapat membendung semua itu ? apakah wisatawan yang memakai baju tanpa lengan, berambut gimbal, bertindik dan sekujur tubuhnya di penuhi tattoo akan di tangkap satpol PP karena di anggap merupakan injeksi yang tidak sehat bagi masyarakat ?



0 komentar:

Posting Komentar