Jumat, 16 Januari 2015

Ketika Saya Ditanya Kapan Selesai Kuliah

Filled under:

“Bang, Kuphi saboh..”
“Oh droen lagoe, kiban? Kaleuh kuliah ?”
“….”



Dalam kehidupan individu, saya tidak luput dari himpitan harapan lingkungan sekitar saya, seringkali terasa sangat berat untuk bernafas bebas dari expektasi orang lain, apakah dalam bentuk norma, nilai, aturan maupun kondisi sosial yang mengikat saya. Percakapan di atas adalah salah satu serpihan kecil bagaimana lingkungan mempengaruhi kemerdekaan saya.

Mungkin terlalu berlebihan menganggap sapaan basa-basi itu sebagai 'himpitan' dan ancaman bagi kemerdekaan saya, bahkan secara bijak bisa di nilai sebagai motivasi dan simpati. pelaku basa-basi itu sekalipun tidak pernah tau dimana saya kuliah dan apa yang saya lakukan dengan kuliah saya. namun demikianlah saudaraku, masyarakat dan lingkungan sudah terintegrasi interaksi-simbolis-mekanis yang semakin canggih dengan nilai individu, sehingga beberapa orang mungkin akan menolak untuk ber'konflik' dengan hal tersebut dan memilih untuk diam.

Secara sadar saya telah terpenjara, benar benar sadar sampai saya sudah menganggap penjara ini sebagai rumah. Dan kebebasan hanyalah ilusi dan fatamorgana di padang pasir ketidakbecusan saya melawan beban tersebut. Ditengah keputus-asaan, saya mencoba akan menghibur diri dengan menghaluskan istilah terpenjara sebagai “kebebasan yang bertanggung jawab”. Agar saya tidak lagi mengenang kebodohan dan kelemahan sejati saya di hadapan berjuta expektasi dan ekspresi.

Ada sebagian orang berpendapat tentang seberapa penting nilai kemerdekaan pribadi,, dan saya hanya membayangkan pertanyaan ini seperti menebak nebak mana yang lebih dulu, telur atau ayam. Di satu sisi saya tau bahwa kemerdekaan pribadi adalah hal yang abstrak dan ilusif, hampir utopis. Namun di sisi lain saya menyadari kemerdekaan pribadi adalah kebebasan berexpresi bebas dari bayang bayang penjara sosial yang mungkin akan membawa pribadi saya ke dimensi baru yang lebih baik. Pada pendewasaan yang lebih matang.


Namun sejatinya apakah telur dulu atau ayam dulu? Ketidakpastian dilematis ini membawa saya pada kenyataan bahwa ketidakmampuan hidup secara total, Pikiran, sikap dan pendapat akhirnya akan terparut oleh kelayakan sosial. 

0 komentar:

Posting Komentar