Sabtu, 08 Februari 2014

Indonesian Idol : Kapitalisme, Intrik dan Kita

Filled under:




Saya bukan pemerhati musik, apalagi mengerti seluk beluk musik. Saya adalah sebagian besar masyarakat Indonesia yang memilih menjadi penikmat dan menikmati hasil karya cipta musik dibandingkan bersusah payah mengarang lagu atau belajar memainkan instrument.

Menikmati music bisa di tunjukkan dengan berbagai cara dan yang paling sering saya lakukan akhir akhir ini adalah menonton program pencarian bakat INDONESIAN IDOL 2014 yang di tayangkan Freemantle media bekerja sama dengan RCTI, dan semakin membuat menarik karena salah satu kontestan berasal dari Aceh, Vierzha (24), pria semampai berambut gondrong, tampilan old school tapi memiliki suara unik khas rocker, mirip mirip vocalisnya Band Creed.

Saya barangkali memang tidak terlalu peduli dengan akal akalan freemantle dan RCTI yang berusaha meraup untuk sebanyak banyaknya dari SMS vote untuk kontestan, tapi karena berhubung blog saya sudah lama tidak posting, maka saya coba mengingat-ngingat, menyadur-nyadur fakta, fenomena, dan konstruksi sosial ajang pencarian bakat INDONESIAN IDOL

Manusia adalah makhluk penuntut dan penyangkal, mengingkari lebih mudah daripada menerima. Maka pertama saya akan membeberkan hal hal yang menurut saya “ganjil”.

#Juri

Saya yakin banyak yang sependapat dengan saya kalau saya katakan para juri di INDONESIAN IDOL super sangat Melloow, demi apa misalnya juri mengorek ngorek kehidupan para kontestan, kemudian terlarut menangis nangis berurai air mata dalam cerita sampai akhirnya lupa pada “kepayahan dan ketidakmaksimalan” kontestan. Mau contoh ? Ihsan dan Aris ! sejelek jeleknya penampilan mereka pasti tidak akan di kritik.  Sebenarnya ini INDONESIAN IDOL atau JALINAN KASIH ?!

Ini adalah ajang mencari penyanyi. Tapi para juri juga seringkali menilai kualitas fisik dari kontestan, saya masih welcome dengan kritik terhadap pemilihan busana atau style, tapi fisik ? well.. fisik memang menunjang karir seseorang, kita semua tau, tapi itu bukan alasan untuk menjudge kontestan dengan kata kata seperti “ Delon, jangan pikir modal tampang doang bisa menang” atau kepada mike yang bertubuh tambun nan buncit “ ternyata kamu bisa jogged juga ya”. Ketika komentar ini di utarakan, seluruh penonton tertawa, pemirsa di rumah tertawa, seluruh Indonesia tertawa. Menertawakan kebodohan dirinya sendiri.

Oke, saya juga tertawa...

Selain itu, para juri yang super super ini, sok sok-an menilai kemauan pasar, sok sok mengerti konsep ekonomi demand dan value yang orang ekonomi aja sampai muntah muntah buat menganalisa. Karena sedemikian fluktuatifnya selera pasar, sebegitu subjectifnya. Tapi dengan bermodalkan label “juri” mereka tiba tiba ber-evolusi dari “musisi” kepada “pretending bachelor of economic scientist” !, Juri harus paham, menempatkan pasar sebagai ukuran tertinggi berkesenian adalah dosa kreativitas. Pasar adalah setan penggoda iman berkesenian, dan kontestan tak boleh dilihat sebagai komoditas.

#Voting dan SMS

RAKYAT Indonesia tentu tidak tau, seperti klaim MC-MC Indonesian Idol. Tak ada orang luar tahu, juga juri & kontestan, berapa sms yang diraih sampai seorang kontestan harus terus atau pulang.

Tak ada transparansi. Seperti tahayul, di mana orang tak merasa perlu menemukan kebenaran. Yang ada hanyalah klaim sepihak, si A lolos dan si B tidak. Silakan percaya dan diterima, tak ada pilihan lain.

Tentang penerapan tarif dan berapa hasil yang didapat oleh content providernya tergantung dari ketentuaan dan kesepakatan yang dengan pihak operator. Tetapi yang jelas, untuk layanan SMS ini, operator akan menyisihkan atau menetapkan biaya bearer sebelum jumlah bagi hasil ditentukan. Misalnya tarif layanannya adalah Rp. 2000,- yang aakan didapatkan oleh content provider adalah Rp.2000,- dikurang biaya beare (SMS) sesuai ketentuan yaitu Rp.350,- sisanya adalah Rp.1650,- lalu dibagi sesuai dengan porsi bagi hasilnya. Jika aturannya adalah fifty-fifty maka baik penyedia layanaan maupun operator akan mendapatkan Rp.825,- per SMS. (wikipedia). Jika pemirsa TV Indonesia adalah 30%, dari 22 juta penduduk Indonesia? Maka keuntungan yang di peroleh oleh pihak Freemantle dan RCTI adalah sebesar… hmm.. ya, pasti jumlah yang sangat besar.

freemantle hanya berusaha mendapatkan keuntungan sebesar besarnya dengan mengatur mana kontestan yang berpotensi menarik lebih banyak SMS. Bagaimana cara membuat masyarakat Indonesia mau membuang Rp, 2000 Pulsanya untuk sesuatu yang tidak terlihat? Gampang ! jual saja isu daerah, jual saja cerita pribadi kontestan, maka Share tayang akan melambung selaras dengan profit yang diraih. maka wajar saja indonesian IDOl sudah memasuki season 8 !

#MC

Apa ada yang aneh dengan MC? Ternyata MC ini lebih berkuasa di bandingkan dewan juri, sebagaimanapun kritik dan komentar yang di serapahi juri, dengan mudah dapat di mensoh-kan oleh MC, dengan kalimat super keramat dari season 1 sampai season 8 sekarang

“Juri boleh mengatakan apa saja, tapi keputusan di tangan Anda “

Menakut nakuti sekaligus memberikan harapan. Sangat Kapitalistik.


 Taruhan :
  • akan ada kontestan yang mengumbar kisah kisah pilu hidupnya yang layak di jual untuk di tukar dengan Vote SMS
  • Akan ada kontestan yang mendapatkan Vote terendah, lalu di selamatkan oleh juri dengan hak veto, kemudian kontestan ini kemungkinan besar akan masuk dalam 3 besar.
  • Tidak akan ada penayangan jumlah SMS Voting
  • Perhatikan kamera, semakin banyak “shoot” kamera ke arah pendukung salah satu kontestan, maka kontestan tersebut sudah  “disetting” Freemantle & RCTI untuk menang. Paling tidak 2 besar.

0 komentar:

Posting Komentar