Kamis, 25 Oktober 2012

Bilangan Fu > Ayu Utami

Filled under:




Buku yang satu ini termasuk dalam daftar "must have" dalam list perpustakaan pribadi saya, namun sayangnya di Aceh, tidak ada toko buku yang menyediakan novel keren ini, baru pada Pameran buku bertajuk "pesta buku 2012" saya menemukan Bilangan Fu ini terjepit di antara buku buku lain. dengan harga 45.000 saya sudah mendapatkan buku manis ini. rejeki :-D
oke, langsung aja, Setelah lama tidak muncul, penulis Novel laris Saman ini kembali menelorkan sebuah Novel yang mengangkat tema Spiritualisme Kritis. Yang didalamnya terdapat perdebatan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan hal spiritual, seperti mistis, takhayul, sesajen dan juga kehidupan beragama monotheisme.
Jika di rumuskan secara kelompok, ada dua kubu yang ditampilan disini, kubu yang menghargai dan mempercayai takhayul, adat istiadat, sesajen dll, dalam lakonnya di Bilangan Fu dinamakan Parangjati, sementara kubu yang lain yang disebut modern yang tidak lagi mempercayai hal-hal takhyul bernama Yuda
Lantas apa hubungannya dengan Bilangan Fu? Apasih Bilangan Fu itu?
Bilangan Fu adalah bilangan yang menyesaki benak tokoh utamanya yaitu Yuda, seorang pemanjat tebing dan seorang petaruh sejati. Ada tiga tokoh disini; Marja, kekasih Yuda seorang mahasiswi desain dan Parang Jati seorang mahasiswa Geologi ITB semester akhir, penduduk lereng Watugunung yang berjari tangan 12!. Yuda bertemu dengan Parang Jati ketika hendak membeli peralatan memanjat di rumah sahabatnya yang telah ‘pensiun’ sebagai pemanjat karena menikah dan membuka usaha menjual alat-alat untuk panjat tebing.
Yuda sangat rasional, modern, tidak mempercayai takhyul dan membenci Televisi dan membenci kota. dalam hal membenci Sinetron dan Drama Horor, saya merasa mirip Yuda. sedang Parang jati sangat menghargai alam dan mempercayai adanya ‘penunggu’ di setiap ruang di alam raya, dan dia menganggap sesajen adalah seperti kita membayar bea cukai atau pajak dan upeti kepada penguasa, tidak lebih. Dalam pandangan Parang jati, manusia modern sudah demikian congkak dan tidak menghargai alam, sehingga perusakan hutan membabi buta sering kali terjadi oleh manusia yang mengutamakan kepentingan ekonomi diatas kepentingan alam itu sendiri. nah kalau sama parangjati, saya sepakat sama ide kelestarian alamnya, tapi soal ada penunggunya... hmm, give me another question :D
Sesajen atau persembahan pada alam adalah wujud bahwa sebagai manusia kita masih menghargai alam, tidak merusaknya dan menjaga alam tetap lestari. Jadi kepercayaan atau takhayul tentang alam ada ‘penunggunya’ sehingga manusia perlu meminta ijin untuk mengolahnya dan tidak semena-mena terhadap alam adalah sebuah bukti manusia bisa menghormati alam. Sayang hal itu luput dari pemikiran manusia modern yang sering memandang rendah sebuah upacara adat dan sesajen sebagai suatu pemborosan. demikian parangjati berkhotbah.
Dalam petualangan memanjat di Watugunung bersama sahabat barunya Parang Jati-yang penduduk asli lereng Watugunung dekat Pantai laut selatan itulah dia mengalami hal-hal yang selama ini dianggap takhayul sehingga terjadi pergolakan dalam dirinya tentang hal tersebut.
Saat tertidur di Watugunung, dia mengalami hal aneh. Mimpi bertemu penunggu gunung itu yang dia sebut Sebul, dalam gambarannya sebul adalah mahluk berkaki serigala, memiliki payudara, berkelamin ganda yang membisikkan tentang bilangan Fu. Bilangan yang menyerupai obat nyamuk bakar, melingkar keluar bagai labirin yang juga disebut Hu.
Dalam penjabarannya Fu atau Hu, ini adalah bilangan ke 13, dalam hitungan jawa kuno, ada hitungan; ji,ro,lu,pat,mo,nem,tu,wu,nga,luh,las,sin,hu (hal.304). (Ji=siji/1, ro=loro/2, lu=telu/3, pat=papat/4, mo=limo/5, nem=enem/6, tu=pitu/7, wu=wolu/8, nga=sanga/9, luh=sepuluh/10, las=sebelas/11, sin=lusin/12, Hu=13). Angka 13 Yang biasanya di Barat disebut-sebut sebagai angka sial. Sementara dalam kepercayaan China, 13 bisa berarti 1+3 = 4 atau bliangan Tsi angka sial di China. Lalu bagaimana penjelasanya dalam Novel ini tentang Anga ke-13 tersebut? Tentu saja penjelasanya ada dalam Novel terbaru Ayu Utami ini.
Dalam mengungkapkan Spiritualisme Kritis yang menjadi tema besar novel ini, Ayu banyak sekali menghadirkan debat-debat antara tokoh Yuda dan Parang Jati, serta dengan penduduk setempat. Ayu juga banyak sekali menyinggung sejarah Babad Tanah Jawi dalam menyampaikan pendapatnya tentang berbagai adat istiadat yang berhubungan dengan spiritual Jawa seperti kepercayaan tentang Nyai Rara Kidul, pesembahan atau sesajen, upacara Bekakak di Yogyakarta.

0 komentar:

Posting Komentar