SUDAH sekian waktu kita tak saling bertemu
rindu selalu saja menjadi bumbu untuk hidangan malamku
di kamar berwarna mirip hati ini
aku menyusun wajahmu di pantulan cermin
lalu ku raut sejumput syair berhantu
sambil menunggu hadir senyum lembutmu
dari cermin itu, kau bicara ;
"...jemu, puisimu membusuk di kamarku
dari itu, ke itu dan itu-itu saja."
bukankah pada mawar sudah mengajarkamu tentang ini
untuk menunjukkan indah kelopak itu sementara
lalu yang tersisa, hanya duri dan kerontang
kering daun yang mengharap tanah mau menerimanya?
"...sesal terbesarku adalah mengenalmu dan sebising
rayumu yang sudah tak mempan, sudah tak sampai"
di tanah yang menumbuhkan bunga itu.
apakah dia akan menerima kembali durhaka kelopak mawar
ketika daun-daun itu menghilang ke tanah
apakah ia di terima atau malah sedang di hancurkan?
Bukankah bunga-adalah-kata? Di kebun rahasia
jemari cantik berukiran lembut menilik
setangkai kata, sepatah bunga. Dia berkata :
"...seharusnya aku tak hidup di petak bumi bagian ini
penat sekali setiap hari di sesaki wajah dan huruf-hurufmu"
di kamar berwarna mirip hati ini
aku memandang wajahmu di pantulan cermin
sajakku, tak selesai selesai...
banda aceh
10 januari 2011
0 komentar:
Posting Komentar