Saya bukan pemerhati musik, apalagi mengerti seluk beluk
musik. Saya adalah sebagian besar masyarakat Indonesia yang memilih menjadi penikmat dan menikmati
hasil karya cipta musik dibandingkan bersusah payah mengarang lagu atau belajar
memainkan instrument.
Menikmati music bisa di tunjukkan dengan berbagai cara dan
yang paling sering saya lakukan akhir akhir ini adalah menonton program
pencarian bakat INDONESIAN IDOL 2014 yang di tayangkan Freemantle media bekerja
sama dengan RCTI, dan semakin membuat menarik karena salah satu kontestan
berasal dari Aceh, Vierzha (24), pria semampai berambut gondrong, tampilan old
school tapi memiliki suara unik khas rocker, mirip mirip vocalisnya Band Creed.
Saya barangkali memang tidak terlalu peduli dengan akal
akalan freemantle dan RCTI yang berusaha meraup untuk sebanyak banyaknya dari
SMS vote untuk kontestan, tapi karena berhubung blog saya sudah lama tidak
posting, maka saya coba mengingat-ngingat, menyadur-nyadur fakta, fenomena, dan
konstruksi sosial ajang pencarian bakat INDONESIAN IDOL
Manusia adalah makhluk penuntut dan penyangkal, mengingkari
lebih mudah daripada menerima. Maka pertama saya akan membeberkan hal hal yang
menurut saya “ganjil”.
#Juri
Saya yakin banyak yang sependapat dengan saya kalau saya
katakan para juri di INDONESIAN IDOL super sangat Melloow, demi apa misalnya
juri mengorek ngorek kehidupan para kontestan, kemudian terlarut menangis
nangis berurai air mata dalam cerita sampai akhirnya lupa pada “kepayahan dan
ketidakmaksimalan” kontestan. Mau contoh ? Ihsan dan Aris ! sejelek jeleknya
penampilan mereka pasti tidak akan di kritik. Sebenarnya ini INDONESIAN
IDOL atau JALINAN KASIH ?!
Ini adalah ajang mencari penyanyi. Tapi para juri juga
seringkali menilai kualitas fisik dari kontestan, saya masih welcome
dengan kritik terhadap pemilihan busana atau style, tapi fisik ? well..
fisik memang menunjang karir seseorang, kita semua tau, tapi itu
bukan alasan untuk menjudge kontestan dengan kata kata seperti “ Delon, jangan
pikir modal tampang doang bisa menang” atau kepada mike yang bertubuh tambun nan buncit “ ternyata kamu bisa
jogged juga ya”. Ketika komentar ini di utarakan, seluruh penonton tertawa,
pemirsa di rumah tertawa, seluruh Indonesia tertawa. Menertawakan kebodohan
dirinya sendiri.
Oke, saya juga tertawa...
Selain itu, para juri yang super super ini, sok sok-an
menilai kemauan pasar, sok sok mengerti konsep ekonomi demand dan value yang
orang ekonomi aja sampai muntah muntah buat menganalisa. Karena sedemikian
fluktuatifnya selera pasar, sebegitu subjectifnya. Tapi dengan bermodalkan
label “juri” mereka tiba tiba ber-evolusi dari “musisi” kepada “pretending
bachelor of economic scientist” !, Juri harus paham, menempatkan pasar
sebagai ukuran tertinggi berkesenian adalah dosa kreativitas. Pasar adalah
setan penggoda iman berkesenian, dan kontestan tak boleh dilihat sebagai
komoditas.
#Voting dan SMS
RAKYAT Indonesia tentu tidak tau, seperti klaim MC-MC
Indonesian Idol. Tak ada orang luar tahu, juga juri & kontestan, berapa sms
yang diraih sampai seorang kontestan harus terus atau pulang.
Tak ada transparansi. Seperti tahayul, di mana orang tak merasa perlu menemukan kebenaran. Yang ada hanyalah klaim sepihak, si A lolos dan si B tidak. Silakan percaya dan diterima, tak ada pilihan lain.
Tak ada transparansi. Seperti tahayul, di mana orang tak merasa perlu menemukan kebenaran. Yang ada hanyalah klaim sepihak, si A lolos dan si B tidak. Silakan percaya dan diterima, tak ada pilihan lain.
Tentang penerapan tarif dan berapa hasil yang didapat oleh
content providernya tergantung dari ketentuaan dan kesepakatan yang dengan
pihak operator. Tetapi yang jelas, untuk layanan SMS ini, operator akan
menyisihkan atau menetapkan biaya bearer sebelum jumlah bagi hasil ditentukan.
Misalnya tarif layanannya adalah Rp. 2000,- yang aakan didapatkan oleh content
provider adalah Rp.2000,- dikurang biaya beare (SMS) sesuai ketentuan
yaitu Rp.350,- sisanya adalah Rp.1650,- lalu dibagi sesuai dengan porsi bagi
hasilnya. Jika aturannya adalah fifty-fifty maka baik penyedia layanaan maupun
operator akan mendapatkan Rp.825,- per SMS. (wikipedia). Jika pemirsa TV Indonesia adalah
30%, dari 22 juta penduduk Indonesia? Maka keuntungan yang di peroleh oleh
pihak Freemantle dan RCTI adalah sebesar… hmm.. ya, pasti jumlah yang sangat
besar.
freemantle hanya berusaha mendapatkan keuntungan sebesar
besarnya dengan mengatur mana kontestan yang berpotensi menarik lebih banyak
SMS. Bagaimana cara membuat masyarakat Indonesia mau membuang Rp, 2000 Pulsanya
untuk sesuatu yang tidak terlihat? Gampang ! jual saja isu daerah, jual saja
cerita pribadi kontestan, maka Share tayang akan melambung selaras dengan profit yang diraih. maka wajar saja indonesian IDOl sudah memasuki season
8 !
#MC
Apa ada yang aneh dengan MC? Ternyata MC ini lebih berkuasa di
bandingkan dewan juri, sebagaimanapun kritik dan komentar yang di serapahi
juri, dengan mudah dapat di mensoh-kan oleh MC, dengan kalimat super keramat
dari season 1 sampai season 8 sekarang
“Juri boleh mengatakan apa saja, tapi keputusan di tangan Anda “
Menakut nakuti sekaligus memberikan harapan. Sangat
Kapitalistik.
Taruhan :
- akan ada kontestan yang mengumbar kisah kisah pilu hidupnya yang layak di jual untuk di tukar dengan Vote SMS
- Akan ada kontestan yang mendapatkan Vote terendah, lalu di selamatkan oleh juri dengan hak veto, kemudian kontestan ini kemungkinan besar akan masuk dalam 3 besar.
- Tidak akan ada penayangan jumlah SMS Voting
- Perhatikan kamera, semakin banyak “shoot” kamera ke arah pendukung salah satu kontestan, maka kontestan tersebut sudah “disetting” Freemantle & RCTI untuk menang. Paling tidak 2 besar.