“Bang, Kuphi
saboh..”
“Oh droen lagoe,
kiban? Kaleuh kuliah ?”
“….”
Dalam kehidupan individu, saya tidak
luput dari himpitan harapan lingkungan sekitar saya, seringkali terasa sangat
berat untuk bernafas bebas dari expektasi orang lain, apakah dalam bentuk
norma, nilai, aturan maupun kondisi sosial yang mengikat saya. Percakapan di
atas adalah salah satu serpihan kecil bagaimana lingkungan mempengaruhi
kemerdekaan saya.
Mungkin terlalu berlebihan menganggap sapaan basa-basi itu sebagai 'himpitan' dan ancaman bagi kemerdekaan saya, bahkan secara bijak bisa di nilai sebagai motivasi dan simpati. pelaku basa-basi itu sekalipun tidak pernah tau dimana saya kuliah dan apa yang saya lakukan dengan kuliah saya. namun demikianlah saudaraku, masyarakat dan lingkungan sudah terintegrasi interaksi-simbolis-mekanis yang semakin canggih dengan nilai individu, sehingga beberapa orang mungkin akan menolak untuk ber'konflik' dengan hal tersebut dan memilih untuk diam.
Secara sadar
saya telah terpenjara, benar benar sadar sampai saya sudah menganggap penjara
ini sebagai rumah. Dan kebebasan hanyalah ilusi dan fatamorgana di padang pasir
ketidakbecusan saya melawan beban tersebut. Ditengah keputus-asaan, saya
mencoba akan menghibur diri dengan menghaluskan istilah terpenjara sebagai
“kebebasan yang bertanggung jawab”. Agar saya tidak lagi mengenang kebodohan
dan kelemahan sejati saya di hadapan berjuta expektasi dan ekspresi.
Ada sebagian
orang berpendapat tentang seberapa penting nilai kemerdekaan pribadi,, dan saya
hanya membayangkan pertanyaan ini seperti menebak nebak mana yang lebih dulu,
telur atau ayam. Di satu sisi saya tau bahwa kemerdekaan pribadi adalah hal
yang abstrak dan ilusif, hampir utopis. Namun di sisi lain saya menyadari
kemerdekaan pribadi adalah kebebasan berexpresi bebas dari bayang bayang
penjara sosial yang mungkin akan membawa pribadi saya ke dimensi baru yang
lebih baik. Pada pendewasaan yang lebih matang.
Namun sejatinya
apakah telur dulu atau ayam dulu? Ketidakpastian dilematis ini membawa saya
pada kenyataan bahwa ketidakmampuan hidup secara total, Pikiran, sikap dan
pendapat akhirnya akan terparut oleh kelayakan sosial.